Pencarian

Jumat, 14 Oktober 2016

Petani Berkebun di Pekarangan Rumah

VINA OKTAVIA


Keterbatasan lahan tak membuat para petani di Kota Bandar Lampung, Lampung, putus asa. Mereka memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam sayur-mayur dan berbagai tanaman obat. Kini, para petani yang hidup dengan lahan terbatas pun mampu berdaya dari pekarangan rumah.
Ibu Sainem  sedang menyiangi rumput yang tumbuh di antara tanaman terung, Rabu (10/2/2016), di Bandar Lampung. Pemanfaatan pekarangan rumah sebagai lahan tanam menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan lahan di Kota Bandar Lampung. Tahun 2016, luas lahan pertanian bukan sawah di Bandar Lampung hanya tersisa 5.640 hektar.
KOMPAS/VINA OKTAVIAIbu Sainem sedang menyiangi rumput yang tumbuh di antara tanaman terung, Rabu (10/2/2016), di Bandar Lampung. Pemanfaatan pekarangan rumah sebagai lahan tanam menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan lahan di Kota Bandar Lampung. Tahun 2016, luas lahan pertanian bukan sawah di Bandar Lampung hanya tersisa 5.640 hektar.
 Kelurahan Rajabasa Jaya, Kecamatan Rajabasa, misalnya, pekarangan rumah setiap warga kini disulap menjadi lahan tanam. Pohon cabai, terung, sawi, okra, dan sayur-mayur lain tumbuh subur di dalam media tanam berupapolybag atau pot plastik yang disusun bertingkat di halaman rumah. Mereka juga menanam berbagai tanaman obat seperti jahe dan kunyit.
Sainem (46), salah satu petani, mengatakan, dia mulai memanfaatkan pekarangan rumah sebagai lahan pertanian sejak tahun 2011. Penyebabnya, Sainem tidak mempunyai sawah atau kebun untuk ditanami berbagai tanaman.
"Dulu, saya adalah petani lepas yang bekerja di sawah bayaran milik orang lain. Kini, kami memanfaatkan pekarangan rumah karena sawah yang biasa kami garap sudah dijual oleh pemiliknya," kata Sainem, Rabu (10/2/2016), Ia mengatakan, jumlah tanaman di halaman rumahnya memang tidak terlalu banyak. Namun, penghasilan dari bercocok tanam itu cukup membantu menambah penghasilan rumah tangganya.
"Saya mendapat tambahan uang Rp 300.000-Rp 500.000 per bulan. Saya juga bisa menghemat uang hingga Rp 500.000 setiap bulan karena tidak perlu membeli sayuran," katanya.
Di halaman rumah Sainem, ada 50 batang tanaman terung, 30 batang tanaman jahe, dan 20 batang tanaman cabai. Ia juga menanam kangkung, seledri, dan kemangi. Setiap hari, ia menjual sekitar 30 ikat tanaman itu dengan dititipkan di warung terdekat atau dijual sendiri di pasar.
Sainem juga menjual tanaman di dalam pot seharga Rp 10.000-Rp 25.000 per batang. "Banyak konsumen yang mencari tanaman sayur untuk berbagai keperluan, seperti untuk acara perlombaan atau sebagai bibit yang mereka tanam sendiri di rumahnya," katanya.
Sainem hanyalah satu contoh petani yang mampu berdaya dari pekarangan rumah. Di kelurahan itu, masih ada sekitar 200 petani lain yang juga memanfaatkan pekarangan rumah untuk bercocok tanam.
Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Harapan Jaya Turiah mengatakan, ada sekitar 28 petani wanita yang bercocok tanam di pekarangan untuk membantu penghasilan rumah tangga. Sebagian besar sayuran itu dipasarkan ke pasar tradisional secara kolektif. "Setiap hari, saya membawa 100-200 ikat kangkung, kemangi, dan seledri untuk dijual," ujarnya.
Ketua Kelompok Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Harapan Makmur Suyud mengatakan, sebagian dari petani di kelurahan itu juga bekerja sebagai buruh tani dengan menggarap lahan milik orang lain. Namun, ada sebagian warga yang tidak bisa lagi menggarap sawah karena lahan pertanian sudah beralih fungsi jadi bangunan rumah atau toko.
Berdasarkan data Dinas Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan Kota Bandar Lampung, luas area pertanian sawah dan bukan sawah di kota tersebut semakin kecil. Tahun 2016, luas lahan pertanian berupa sawah, kebun, dan ladang hanya 2.620 hektar. Jumlah tersebut menyusut 27 hektar dibandingkan tahun sebelumnya, 2.647 hektar.
Tanaman organik
Suyud menjelaskan, tanaman sayur milik petani di kelurahan itu merupakan tanaman organik. Petani memanfaatkan pupuk kandang dari kotoran sapi atau kambing. Mereka juga membuat pestisida alami dari jahe dan lengkuas.
"Kami mendapat pembinaan cara merawat tanaman organik dan membuat pestisida alami dari Dinas Pertanian Kota Bandar Lampung. Saat ini, kami sudah bisa mandiri mengolah lahan," kata Suyud.
Saat ini, kata Suyud, petani mendapatkan penghasilan terbesar dari penjualan tanaman di pot plastik. Setiap hari, ada 30-50 batang tanaman yang bisa dijual.
Kepala Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perkebunan Kota Bandar Lampung Agustini mengatakan, petani di perkotaan juga akan dibina untuk mengembangkan sistem hidroponik. Hal itu dilakukan sebagai alternatif keterbatasan lahan di perkotaan.
"Masalah pertanian di Kota Bandar Lampung adalah keterbatasan lahan. Untuk itu, kami mengembangkan sistem hidroponik agar petani tetap bisa menanam meski tidak memiliki lahan pertanian," katanya.
Di Bandar Lampung, masih ada 1.200 hektar lahan yang bisa dimanfaatkan sebagai area pertanian. Lahan tersebut terdiri dari lahan kosong dan pekarangan rumah. Dengan pemanfaatan lahan dan pengembangan sistem hidroponik, produksi sayur di Bandar Lampung diharapkan bertambah hingga 100 ton per tahun.
Saat ini, menurut Agustini, sebagian besar kebutuhan sayuran di Bandar Lampung dipasok dari sejumlah kabupaten, di antaranya Tanggamus dan Lampung Selatan. Adapun produksi sayur di Bandar Lampung 2.186 ton per tahun.
Ke depan, Dinas Peternakan, dan Perkebunan Kota Bandar Lampung akan memberikan bantuan untuk pengembangan teknik hidroponik. "Kami menyiapkan bantuan berupa media tanam dan benih bagi petani," ujarnya
Sumber:

Oktavia, Vina . 2016 . Petani berkebun di pekarangan rumah . http://print.kompas.com/baca/regional/nusantara/2016/02/12/Petani-Berkebun-di-Pekarangan-Rumah. Diakses pada 14 oktober 2016 pukul 16.05
oleh: Vaya N.S
          15/385751/PN/14446
          kel 6 DPKP gol B1

1 komentar:

  1. ANALISIS ARTIKEL “Petani Berkebun di Pekarangan Rumah”


    Nama : Arditya Galih F
    NIM : 15/383513/PN/14344
    Golongan : B1
    Kelompok : 5

    a. Nilai penyuluhan yang terkandung dalam artikel “Petani Berkebun di Pekarangan Rumah” adalah sebagai berikut :
    • Sumber Teknologi / ide
    Sumber ide dalam artikel ini adalah artikel yang pernah dimuat dalam harian online Kompas sedangkan pembinaan cara merawat tanaman organik dan membuat pestisida alami dari Dinas Pertanian Kota Bandar Lampung.
    • Sasaran
    Sasaran dalam artikel ini adalah masyarakat yang memiliki pekarangan dan ingin memanfaatkan pekarangan tersebut untuk lahan menanam tanaman budidaya.
    • Manfaat
    Pemanfaatan lahan pekarangan sebagai tempat bercocok tanam bermanfaat bagi masyarakat karena selain dapat memenuhi kebutuhan sayur maupun obat dari tanaman yang dibudidayakan, mereka juga menjual nya sehingga dapat meningkatkan pendapatan.
    • Nilai Pendidikan
    Artikel ini memuat nilai pendidikan, yaitu adanya ajakan untuk mulai menanam tanaman budidaya di pekarangan rumah.


    b. Nilai berita yang terkandung dalam artikel, adalah :
    • Timelines
    Walaupun ide yang diusung dalam artikel ini merupakan ide yang juga sudah banyak dilakukan oleh masyarakat, tetapi anjuran dalam artikel ini masih related apabila diaplikasikan karena bertani di pekarangan rumah dapat digunakan untuk menghemat anggaran belanja sebesar Rp. 500.000,00 dan dapat memberikan keuntungan besar sekitar Rp 500.000,00 per bulan menurut salah satu responden.

    • Proximity
    Artikel ini bersifat dekat dengan masyarakat yaitu bertani itu dapat dilakukan siapa saja dan dimana saja.

    • Importance
    Artikel ini penting untuk masyarakat dan dapat dijadikan bahan referensi mengenai keuntungan bertanam di pekarangan rumah.

    BalasHapus