Petani Berkebun di Pekarangan Rumah
VINA OKTAVIA
Keterbatasan
lahan tak membuat para petani di Kota Bandar Lampung, Lampung, putus asa.
Mereka memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam sayur-mayur dan berbagai
tanaman obat. Kini, para petani yang hidup dengan lahan terbatas pun mampu
berdaya dari pekarangan rumah.

Kelurahan Rajabasa Jaya, Kecamatan Rajabasa,
misalnya, pekarangan rumah setiap warga kini disulap menjadi lahan tanam. Pohon
cabai, terung, sawi, okra, dan sayur-mayur lain tumbuh subur di dalam media
tanam berupapolybag atau
pot plastik yang disusun bertingkat di halaman rumah. Mereka juga menanam
berbagai tanaman obat seperti jahe dan kunyit.
Sainem (46), salah satu petani, mengatakan, dia mulai memanfaatkan
pekarangan rumah sebagai lahan pertanian sejak tahun 2011. Penyebabnya, Sainem
tidak mempunyai sawah atau kebun untuk ditanami berbagai tanaman.
"Dulu, saya adalah petani lepas yang bekerja di sawah bayaran
milik orang lain. Kini, kami memanfaatkan pekarangan rumah karena sawah yang
biasa kami garap sudah dijual oleh pemiliknya," kata Sainem, Rabu
(10/2/2016), Ia mengatakan, jumlah tanaman di halaman rumahnya memang tidak
terlalu banyak. Namun, penghasilan dari bercocok tanam itu cukup membantu
menambah penghasilan rumah tangganya.
"Saya mendapat tambahan uang Rp
300.000-Rp 500.000 per bulan. Saya juga bisa menghemat uang hingga Rp 500.000
setiap bulan karena tidak perlu membeli sayuran," katanya.
Di halaman rumah Sainem, ada 50 batang tanaman terung, 30 batang
tanaman jahe, dan 20 batang tanaman cabai. Ia juga menanam kangkung, seledri,
dan kemangi. Setiap hari, ia menjual sekitar 30 ikat tanaman itu dengan
dititipkan di warung terdekat atau dijual sendiri di pasar.
Sainem juga menjual tanaman di dalam pot seharga Rp 10.000-Rp
25.000 per batang. "Banyak konsumen yang mencari tanaman sayur untuk
berbagai keperluan, seperti untuk acara perlombaan atau sebagai bibit yang
mereka tanam sendiri di rumahnya," katanya.
Sainem hanyalah satu contoh petani yang mampu berdaya dari
pekarangan rumah. Di kelurahan itu, masih ada sekitar 200 petani lain yang juga
memanfaatkan pekarangan rumah untuk bercocok tanam.
Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Harapan Jaya Turiah mengatakan,
ada sekitar 28 petani wanita yang bercocok tanam di pekarangan untuk membantu
penghasilan rumah tangga. Sebagian besar sayuran itu dipasarkan ke pasar
tradisional secara kolektif. "Setiap hari, saya membawa 100-200 ikat
kangkung, kemangi, dan seledri untuk dijual," ujarnya.
Ketua Kelompok Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Harapan Makmur
Suyud mengatakan, sebagian dari petani di kelurahan itu juga bekerja sebagai
buruh tani dengan menggarap lahan milik orang lain. Namun, ada sebagian warga
yang tidak bisa lagi menggarap sawah karena lahan pertanian sudah beralih
fungsi jadi bangunan rumah atau toko.
Berdasarkan data Dinas Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan Kota
Bandar Lampung, luas area pertanian sawah dan bukan sawah di kota tersebut
semakin kecil. Tahun 2016, luas lahan pertanian berupa sawah, kebun, dan ladang
hanya 2.620 hektar. Jumlah tersebut menyusut 27 hektar dibandingkan tahun
sebelumnya, 2.647 hektar.
Tanaman organik
Suyud menjelaskan, tanaman sayur milik petani di kelurahan itu
merupakan tanaman organik. Petani memanfaatkan pupuk kandang dari kotoran sapi
atau kambing. Mereka juga membuat pestisida alami dari jahe dan lengkuas.
"Kami mendapat pembinaan cara merawat tanaman organik dan
membuat pestisida alami dari Dinas Pertanian Kota Bandar Lampung. Saat ini,
kami sudah bisa mandiri mengolah lahan," kata Suyud.
Saat ini, kata Suyud, petani mendapatkan penghasilan terbesar dari
penjualan tanaman di pot plastik. Setiap hari, ada 30-50 batang tanaman yang
bisa dijual.
Kepala Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perkebunan Kota Bandar
Lampung Agustini mengatakan, petani di perkotaan juga akan dibina untuk
mengembangkan sistem hidroponik. Hal itu dilakukan sebagai alternatif
keterbatasan lahan di perkotaan.
"Masalah pertanian di Kota Bandar Lampung adalah keterbatasan
lahan. Untuk itu, kami mengembangkan sistem hidroponik agar petani tetap bisa
menanam meski tidak memiliki lahan pertanian," katanya.
Di Bandar Lampung, masih ada 1.200 hektar lahan yang bisa
dimanfaatkan sebagai area pertanian. Lahan tersebut terdiri dari lahan kosong
dan pekarangan rumah. Dengan pemanfaatan lahan dan pengembangan sistem
hidroponik, produksi sayur di Bandar Lampung diharapkan bertambah hingga 100
ton per tahun.
Saat ini, menurut Agustini, sebagian besar kebutuhan sayuran di
Bandar Lampung dipasok dari sejumlah kabupaten, di antaranya Tanggamus dan
Lampung Selatan. Adapun produksi sayur di Bandar Lampung 2.186 ton per tahun.
Ke depan, Dinas Peternakan, dan Perkebunan Kota Bandar Lampung
akan memberikan bantuan untuk pengembangan teknik hidroponik. "Kami
menyiapkan bantuan berupa media tanam dan benih bagi petani," ujarnya
Sumber:
Oktavia,
Vina . 2016 . Petani berkebun di pekarangan rumah . http://print.kompas.com/baca/regional/nusantara/2016/02/12/Petani-Berkebun-di-Pekarangan-Rumah.
Diakses pada 14 oktober 2016 pukul 16.05
oleh: Vaya N.S
15/385751/PN/14446
kel 6 DPKP gol B1